Selasa, 15 Desember 2009

Ibadurrahman

IBADURRAHMAN

By Adnan Anung Pramudito

PENDAHULUAN

Interaksi dan ekspansi kebudayaan dari luar, bergerak secara meluas. Pengaruh budaya asing berkembang pesat, seperti pengagungan material secara berlebihan (materialistik), pemisahan kehidupan duniawi dari supremasi agama (sekularistik), pemujaan kesenangan indera mengejar kenikmatan badani (hedonistik).
Perilaku di atas merupakan penyimpangan sangat jauh dari budaya luhur. Pada akhirnya, melahirkan Kriminalitas, perilaku Sadisme, dan Krisis moral, secara meluas.
Fakta menunjukkan bahwa adat tidak berdampak banyak terhadap generasi muda. Tempat bertanya tidak ada, Sudah banyak yang tidak mengerti adat. Karena itu, generasi muda di Negeri mulai kebingungan manakala problematika sosial ini lupa mengantisipasi melalui gerakan dakwah, melalui Pendidikan Anak Usia Dini berbasis aqidah, maka arus globalisasi ini membawa perubahan yang negatif.
Pergeseran budaya akan terjadi ketika mengabaikan nilai-nilai agama. Pengabaian nilai-nilai agama, menumbuhkan penyakit social yang kronis, seperti kegemaran berkorupsi, aqidah tauhid melemah, perilaku tidak mencerminkan akhlak Islami, serta suka melalaikan ibadah. Allah SWT berfirman :
“ Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS.7,al-A’raf:96).
Selain masyarakat yang beriman dan bertaqwa, alangkah lebih baik jika masyarakat memiliki sifat Ibadurrahman. Mengingat pada zaman sekarang, telah terjadi degradasi moral masyarakat.
IBADURRAHMAN


A. PENGERTIAN IBADURRAHMAN
Ibadurrahman adalah hamba-hamba Allah yang selalu berada dalam lingkup rahmat Allah. Mereka adalah orang-orang yang menyadari kekuasaan Allah dan memenuhi hak-hak Allah dan memurnikan agama karena Allah. Mereka dinisbatkan kepada Allah Yang Maha Rahman.
Ibadurrahman adalah hamba-hamba yang dinisbatkan kepada Allah yang layak mendapatkan rahmat Allah dan mereka selalu berada dalam lingkup rahmat-Nya. Mereka adalah orang-orang yang menyadari kekuasaan Allah dan memenuhi hak-hak-Nya, yang memurnikan agama karena Allah dan Allah memurnikan agama-Nya bagi mereka.

B. SIFAT – SIFAT IBARURRAHMAN
1.) Tawadhu’
Sifat Ibadurrahman yang pertama adalah Tawadhu’, sebagaimana diungkap oleh Al Qur’an bahwa mereka berjalan di muka bumi dalam keadaan rendah hati dan penuh tawadhu’.
Ibadurrahman bila berjalan di muka bumi dalam keadaan rendah hati, tawadhu’ dan lemah lembut, berjalan dengan penuh kewibawaan dan kehormatan, tidak dengan sikap sombong dan semaunya sendiri, tidak merasa lebih tinggi dari siapapun, tidak menyeramkan dan tidak congkak.
Syaikh Yusuf Al Qardhawy mengatakan maksud berjalan dengan rendah hati bukan berarti berjalan dengan cara membungkuk-bungkuk seperti orang sakit, sebab Rasulullah SAW tidak berbuat seperti itu, begitu pula para sahabat.
Sebagaimana yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib r.a, dari Nabi SAW, bahwa saat berjalan badan beliau bergerak-gerak seperti sedang meniti jalan menurun. Ini merupakan jalannya orang-orang yang penuh semangatdan pemberani, seperti yang dikatakan Ibnu Qayyim di dalam Zadul Ma’ad .
Abu Hurairah juga pernah berkata, “Aku tidak melihat sesuatu pun yang lebih bagus dari pada Rasulullah SAW. Seolah-oleh matahari berjalan di muka beliau. Aku juga tidak melihat seseorang yang lebih jalannya daripada beliau, seakan-akan bumi menjadi turun di hadapan beliau. Kami sudah berusaha menyeimbangi beliau, tapi beliau seperti tidak peduli.”
Rasulullah tidak berjalan seperti orang sakit atau lamban. Maksud dari kata-kata cepat di sini bukan berarti cara berjalan yang menghilangkan kewibawaan, yang berjalan terlalu cepat. Artinya sedang-sedang saja, tidak terlalu cepat tidak terlalu lambat, sesuai dengan perawakan, umur dan kemampuan.
Rasulullah SAW juga para sahabat beliau telah menyontohkan kepada kita sikap tawadhu’ yang pada dasrnya adalah salah satu landasan sikap dan akhlak mereka.
Marilah kita simak kata-kata hikmah berikut ini yang terdapat dalam kitab Muzakarah fi manazili as Shiddiqin wa ar Rabbaniyyin; min khilali an Nushus wa Hikam Ibnu ‘Athaillah Sakandary, karya Syaikh Sa’id Hawwa:
“Barangsiapa yang beranggapan bahwa dirinya tawadhu’ pada hakikatnya dia orang-orang yang sombong, sebab anggapan tawadhu’ seperti ini tidak timbul kecuali lantaran rasa tinggi diri/tinggi hati. Karena itu, jika engkau beranggapan bahwa dirimu telah tawadhu’ sebenarnya engkau adalah orang yang takabur (sombong).”

Firman Allah dalam Q.S Al Furqon ayat 63 :
“Dan hamba-hamba Rabb yang Maha Penyayang (Ibadurrahman) itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (mengandung) keselamatan.”

2.) Murah hati
Sifat Ibadurrahman yang kedua adalah sifat Murah Hati saat bergaul dengan manusia, terutama dengan orang-orang yang jahil dan bodoh. Sebagaimana firman Allah SWT :
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى اْلأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا
Artinya :
‘‘....dan apabila orang – orang jahil menyapa mereka, maka mereka mengucapkan kata – kata yang baik ( yang mengandung keselamatan ).’’ (Q. S Al Furqon : 63 )
Mengucapkan kata-kata yang baik artinya membebaskan diri dari kata-kata yang mengandung dosa, celaan, fitnah dan rasa dendam. Tidak membals keburukan dengan keburukan yang sama, meskipun itu sanggup dilakukan dan punya hak untuk membalasnya.
Allah SWT berfirman:
وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ
Artinya :
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling dari padanya dan mereka berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang yang jahil.” (Q.S Al-Qashash: 55)
Ketika orang-orang jahil menyapa, maka Ibadurrahman mengucapkan perkataan yang baik, tidak melumuri lidahnya dengan kata-kata yang sia-sia, tidak meladeni dan menghindarinya. Karena mereka tidak mau waktu mereka terbuang hanya untuk melayani sesuatu yang tidak bermanfaat, bukankah waktu sangat berharga apalagi bagi Ibadurrahman. Begitulah Ibadarurrahman, mereka menjaga lidah, waktu dan umur, melindungi lembaran-lembaran kebaikan yang sudah ada dan mengisi dengan kebaikan-kebaikan yang lain, menghindari keburukan dan sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat bagi mereka.
Nabi Isa a.s pernah berjalan melewati sekumpulan orang-orang Yahudi, lalu mereka melontarkan kata-kata yang tidak senonoh kepda beliau, tapi beliau menanggapi perkataan mereka dengan kebaikan. Maka ada beberapa orang bertanya kepada beliau, “Orang-orang itu telah melontarkan kata-kata tidak senonoh kepada engkau, namun engkau justru mengatakan yang baik kepada mereka.” Beliau menjawab, “Segala sesuatu mengeluarkan apa yang ada di dalamnya.”
Anas bin Malik r.a pernah berkata;
“Jika ada yang mengucapkan kata-kata kasar kepadamu, misalnya dengan ungkapan, “Wahai orang zalim, fasik, pendusta, pembohong”, atau kata-kata lain yang tidak senonoh, maka hadapilah ia dengan berkata, “Kalau memang engkau berkata bahwa aku ini seperti yang engkau katakan, semoga Allah mengampuni kesalahanku. Jika engkau dusta atau mengada-adaatau memfitnah dengan kata-katamu itu, semoga Allah mengampuni kedustaanmu.”
Allah SWT berfirman:
“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan, seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Q.S. Fushilat: 34)
Di dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk tetap berlaku baik bahkan yang lebih baik kepada orang yang berbuat jahat kepada kita, agar dia dapat berbalik menjadi teman yang setia. Karena manusia itu hakikatnya selalu menjadi tawanan dari kebaikan. Jika kita berbuat baik kepada seseorang, maka kebaikan itu akan mengikat dirinya dengan diri kita, sebagaimana yang dikatakan seorang penyair:
Dalam pembahasan sehari-hari, kita selalu menyebut dan menykapi dengan tidak senang seseorang yang disebut orang-orang yang jahil. Siapakah mereka yang disebut dengan orang-orang yang jahil itu? Menurut Syaikh Yusuf Al-Qardhawy, jahil menurut Al Qur’an adalah setiap orang yang durhaka kepada Allah Azza wa Jalla, setiap orang yang memberi kekuasaan kepada hawa nafsu untuk mengalahkan kebenaran. Dan setiap orang yang memberi kekuasaan kepada syahwat untuk mengalahkan akal sehatnya, dapat dikatakan jahil. Orang-orang yang meremehkan, mengolok-olok masalah yang serius dan mengejek kebenaran. Begitupun setiap orang yang akhlaknya buruk.
Al Qur’an menceritakan ketika para wanita tertarik dan terpesona saat menatap wajah tampan Nabi Yusuf a.s, maka Nabi Yusuf a.s berkata,
“…Dan jika tidak Engkau hindarkan aku dari tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk memenuhi keinginan mereka, dan tentulah aku termasuk orang-orang yang jahil.” (Q.S. Yusuf: 33)
Al Qur’an juga menceritakan ketika Nabi Musa a.s memerintahkan kaumnya agar menyembelih sapi betina, maka mereka berkata,
“Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.” (Q.S. Al Baqarah: 67)
3.) Mendirikan Shalat Malam
Orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Mereka adalah orang-orang yang banyak mengerjakan sholat malam dan ikhlas dalam mengerjakannya demi Tuhan mereka serta senantiasa tunduk merendahkan diri kepada-Nya. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah ta’ala di dalam ayat yang lain,
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفاً وَطَمَعاً وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (maksudnya mereka tidak tidur di waktu Biasanya orang tidur untuk mengerjakan sholat malam) dan mereka selalu berdoa kepada Robbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezeki yang kami berikan. Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As Sajdah: 16)
Allah SWT berfirman:
“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
4.) Beramal dan bertawakkal.
Jika seseorang hidup sederhana, tidak bakhil dan tidak kikir, tidak boros dan berlebih-lebihan, maka itu merupakan dalil (pertanda) kedalaman pengetahuan dan cahaya ilmunya. Dia berjalan di tengah, dan sebaik-baik urusan adalah pertengahannya. Islam menuntut ummatnya untuk menafkahkan sebagian dari harta mereka, dan tidak menuntut mereka menafkahkan semua harta yang di miliki. Ketika Allah mewajibkan manusia untuk mengeluarkan zakat, maka zakat yang dikeluarkan itu hanya beberapa persen dari harta yang dimiliki, dan tidak membebankan mereka dengan jumlah yang terlalu banyak.
Dengan jiwa yang suci bersih bak seorang bayi yang baru lahir. Marilah kita tundukkan hati kita kepada kebesaran Allah, menengadah, mengharap akan karunia dan rahmat-Nya, untuk kita keluarga kita, kaum Muslimin, dan bangsa kita,

رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَ اِسْرَافَنَا فِى أَمْرِنَا وَ ثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَ انْصُرْنَا عَلَى القَوْمِ الكَافَرْيْن.
“Ya Allah, Ampunilah dosa kami, ampunilah keteledoran kami, dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami menghadapi kaum kafir”.

5.) Sederhana dalam membelanjakan harta.
Islam mengajarkan sikap pertengahan (sederhana) dalam segala perkara, termasuk dalam hal membelanjakan harta yang dimiliki. Yaitu tidak berlebihan dan tidak pula kikir.
Tidak ada salahnya Ibadurrahman memiliki harta. Karena harta dalam pandangan Islam merupakan karunia Ilahi yang diusahakan manusia dan nikmat yang harus disyukuri dan juga merupakan amanat yang harus dipelihara. Bagi Ibadurrahman, harta adalah karunia Allah yang diserahkan dan dipercayakan kepada manusia untuk mengurus dan mengembangkannya.
Allah SWT telah memberikan petunjuk dalam hal yang berhubungan dengan harta. Yang berkaitan dengan cara mendapatkannya (yaitu harus dengan cara yang halal sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan), cara mengembangkan nya, cara membelanjakannya, dan cara menyalurkannya. Boleh jadi manusia berusaha mengumpulkan harta dari cara-cara yang halal. Tapi setelah itu dia menjadi kikir untuk memenuhi haknya, bakhil membelanjakannya untuk hal-hal yang disukai dan diridhai Allah atau sebaliknya, dia menghambur-hamburkannya kesana kemari tanpa ada manfaat apapun.

6.) Tauhid
Allah SWT menyatakan sifat Ibadurrahman yang keenam ini dalam firman-Nya:
وَالَّذِينَ لاَ يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا ءَاخَرَ وَلاَ يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إلاَّ بِالْحَقِّ وَلاَ يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan lain beserta Allah.” (Q.S. Al Furqan: 68)
Artinya Ibadurrahman mempunyai suatu keyakinan yang menancap dalam qalbu mereka bahwa tidak ada yang patut dan berhaq untuk disembah melainkan Allah SWT. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menulis dalam bukunya Syarhu Tsalatsati Al Ushul ketika memberikan keterangan dan penjelasan (Syarah) tentang kandungan makna firman Allah SWT yang terdapat dalam surat Ali Imran Ayat 18.
Kemudian beliau menegaskan bahwa Ibadurrahman yang memiliki kematangan Tauhid meyakini bahwa meskipun ada sesembahan selain Allah, namun itu semua adalah batil, dan tidak berhak disembah, oleh karena tidak memiliki sifat Uluhiyah sama sekali.
Marilah kita simak apa komentar Imam Fakhruddin Muhammad bin Umar bin Husen Ar Raazi (Penulis Kitab Tafsir Mafaatihil Ghaib/Tafsir Al Kabir tentang ayat di atas yang terdapat dalam bukunya ‘Ajaibul Qur’an, “Dari ayat di atas kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya Allah Ta’ala mendahulukan perintah-Nya untuk berma’rifatut tauhid (pengenalan terhadap tauhidullah) dari pada perintah memohon ampun kepada-Nya. Sebabnya ialah karena ma’rifatut tauhid menunjuk kepada ilmu ushul (pokok dan prinsip), sedangkan kegiatan memohon ampunan-Nya menunjukkan kepada ilmu yang bersifat furu’ (cabang). Oleh sebab itu jelaslah, ilmu ushul harus didahulukan . Jika kita tidak mengetahui eksistensi Sang Pencipta maka hal itu akan menghalangi tegaknya ketaatan dan penghambaan kita kepada-Nya.”
Prof. DR. Mahmud Saltut mengatakan bahwa Islam menetapkan Wahdaniyah Rububiyah. Artinya, tidak ada Tuhan yang menciptakan, mengatur dan melaksanakan segala sesuatu, melainkan Allah ‘Azza Wajalla. Kemudian menetapkan Wahdaniyatul Uluhiyah, artinya tidak ada zat yang berhak disembah, dihadapkan kepadanya segala permohonan dan dimohonkan pertolongannya, selain Allah SWT. Syaikh Yusuf Al Qardhawy menambahkan bahwa tauhid ada dua macam: Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah. Yang disebut Tauhid Rububiyah ialah engkau meyakini bahwa tidak ada Rabb selain Allah, tidak ada Khaliq, tidak ada pemberi rezki melainkan Allah semata, Dialah yang menciptakan langit dan bumi beserta seluruh isinya serta menguasainya.
Adapun Tauhid Uluhiyah ialah jika engkau tidak menyembah, tidak memohon pertolongan, todak berdoa, tidak takut, dan tidak berharap kecuali kepada Allah semata. Karena tauhid inilah Allah menurunkan kitab-kitab-Nya, mengutus rasul-rasul-Nya, agar para rasul itu mengajak kaumnya kepada tauhid ini. Karena itu seruan yang pertama dalam setiap risalah para rasul adlah kalimat tauhid.
Rasulullah SAW pernah mengirim surat kepada beberapa raja yang berkuasa pada saat itu. Kepada Kaisar Rumawi, kepada Muqaqis, kepada Najasyi dan kepada para ahli Kitab dengan menyebutkan ayat yang mulia berikut ini:
“Katakanlah: “Wahai ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan diantara kami dan kalian, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah, dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain daripada Allah.” (Q.S. Ali Imran: 64)

7.) Menjauhi tindak pembunuhan dan menghormati kehidupan
Syari’at Islam tidak diturunkan hanya untuk menjaga agama dan aqidah semata, tetapi juga untuk menjaga darah dan jiwa, menjaga kehormatan dan kesucian, menjaga akal, keturunan dan harta benda. Karena itu Ibadurrahman sangat menjauhi tindak kekerasan apalagi yang mengarah kepada pembunuhan, dan mereka sangat menghormati kehidupan, menaburkan kasih sayang di tengah-tengah manusia dan membenci kejahatan, terlebih lagi yang namanya pembunuhan.
Semenjak dahulu kala manusia selalu dikuasai oleh nafs Ammarah, jiwa yang menyuruh kepada kejahatan, sehingga sebagian membunuh sebagian yang lain, hanya karena memperebutkan keduniawian yang tidak seberapa nilainya, atau karena amarah yang meluap-luap, atau karena kedengkian, kebencian dan perselisihan, atau karena kompetisi dan persaingan dalam kehidupan ini, atau sebab-sebab yang lain. Pada masa awal kehidupan manusia, pembunuhan telah terjadi. Dimana salah seorang putra Adam a.s yang bernama Qabil membunuh saudaranya sendiri Habil. Dan ini merupakan tidakan pembunuhan yang pertama kali di muka bumi. Saat itu seseorang belum tahu bagaiman memperlakukan jasad orang lain, maka Allah mengutus seekor burung gagak yang menggali dipermukaan tanah, untuk mengajarkan kepada manusia bagaimana memperlakukan jasad saudaranya yang sudah mati.
Rasulullah SAW telah memperingatkan ummatnya agar tidak kembali ke era jahiliyah, yang memiliki tradisi saling bermusuhan, dan saling membunuh tanpa ada alasan yang benar. Maka ketika haji Wada’ beliau bersabda di hadapan ribuan orang-orang muslim“Janganlah kalian kembali menjadi kafir sesudahku, sehingga diantara kalian memenggal leher sebagian yang lain (saling membunuh)”.
Jika sebagian mereka dengan sebagian yang lain saling membunuh, maka beliau menganggap hal itu sebagai keadaan orang-orang kafir. Karena prilaku keji tersebut (membunuh dan saling bunuh) bukan keadaan atau sifat orang-orang muslim. Allah menegaskan dalam Al Qur’an:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, mengutuknya dan menyediakan azab yang besar baginya.” (Q.S. An Nisaa’: 93)
Marilah kita renungkan sabda-sabda Rasulullah SAW berikut ini:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمْ
“Kebinasaan dunia ini lebih remeh bagi Allah daripada Pembunuhan terhadap seorang muslim.” (H.R. At Tirmidzi dan An Nasa’i)
أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ يَوْمَ القِيَامَةِ فِى الدِّمَاءِ
“Pengadilan yang pertama kali di antara manusia pada hari kiamat adalah mengenai darah (pembunuhan).” (H.R Bukhari dan Muslim)
Bahkan membantu orang lain untuk membunuh orang mukmin, entah dengan cara apapun dan sekecil apapun, juga mendapatkan balasannya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.“Barangsiapa yang membantu untuk membunuh seorang mukmin dengan sepenggal kata, maka dia akan bertemu Allah dan diantara matanya tertulis ‘Terputus dari rahmat Allah’.”(H.R. Ibnu Majah)
Setiap jiwa mempunyai kehormatan dan hak hidup, maka setiap manusia harus menghormatinya, bahkan jiwa seekor kucingpun mempunyai hak, sehingga seorang wanita dimasukkan ke dalam neraka karena mengurungnya hingga mati tanpa memberinya makan atau tidak melepaskannya agar si kucing dapat mencari sendiri makanannya. Karena itulah Ibadurrahman sangat menjauhi penumpahan darah, mereka menghormati kehidupan.



8.) Menjauhi Zina
Islam melarang segala sesuatu yang menjurus kepada zina, yang dimulai dengan mendidik individu agar menjaga kehormatannya, menjaga kemaluannya, menahan pandangannya, baik laki-laki maupun perempuan.
Islam melarang pergaulan bebas (promiskuitas) antar lawan jenis (laki-laki dan perempuan) dan mengharamkan laki-laki berkhalwat, berduaan bersama wanita yang bukan mahram, melarang pandangan yang disertai nafsu syahwat, melarang wanita terlalu bersolek dan pakaian yang seronok. Jangankan melakukan perzinaan, mendekatinya saja sudah diharamkan Allah. Inilah tanda kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Prof. DR. dr. H. Dadang Hawari dalam bukunya Al Qur’an; Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa mengungkapkan tentang gaya hidup dengan pola pergaulan bebas (promiskuitas) dan hubungan bebas (free sex) yang terjadi di sebuah negara maju yang dangat dikenal yaitu Amerika. Hawari mengatakan, “bahwa 7 dari 10 wanita dan 8 dari 10 pria telah melakukan hubungan seksual (di luar nikah) sebelum mereka berumur 20 tahun. Satu dari 6 pelajar putri yang aktif bergaul bebas (sexuall active), paling sedikit telah berganti-ganti pasangan dengan 4 pria yang berbeda. Setiap tahunnya 1 dari 7 remaja terkena penyakit kelamin. Sebanyak 2,5 hingga 5 juta orang Amerika di bawah umur 25 tahun telah memperoleh pengobatan untuk penyakit kelamin setiap tahunnya. Data pada tahun 1985 menyebutkan bahwa 65 % dari penyekit kencing nanah (gonorrhoe), 40 % dari penyakit sipilis, penderitanya adalah mereka yang berusia 10-24 tahun. Peringkat tertinggi untuk penyakit gonorrhoe (kencing nanah), sipilis, dan chlamydia, adlah pada remaja putri usia antara 10-14 tahun dan 15-19 tahun. Setiap tahunnya 1 dari 10 remaja putri hamil dengan resiko kehamilan secara kumulatif hingga usia 20 tahun mencapai 40 % (setiap satu menit dua remaja hamil). Selain dari pada itu setiap tahunnya antara 125.000 hingga 200.000 remaja terlibat prostitusi (pelacuran).”
Tidak diragukan lagi bahwa sabda beliau di atas adalah salah satu tanda dari kenabiannya dan salah satu bukti mengenai kerasulannya, ketika menceritakan hal tersebut sejak 1300 tahun silam, munculnya perbuatan keji di tengah suatu bangsa atau masyarakat yang dikerjakan secara terang-terangan tanpa ada rasa malu apalagi sungkan. Keadaan masyarakat yang demikian itu ternyata mengundang datangnya berbagai macam wabah dan penyakit yang mereka sendiri tidak mampu mengatasinya. Seperti yang ada di hadapan mata kita, salah satu contoh dari perbuatan perzinaan yang dilakukan dengan begitu gampang oleh sebagian anak manusia yang kehilangan akal sehatnya, apa yang terjadi? Timbulnya penyakit yang begitu ganas yang mematikan; yaitu AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Islam mengharamkan zina namun Islam sama sekali tidak memusuhi dan berseberangan dengan naluri seksual. Tapi Islam berpendapat agar naluri seksual ini diletakkan seperti apa yang dikehendaki dan diperintahkan Allah agar manusia menyalurkannya lewat cara yang halal, yaitu lewat pernikahan, sehingga terbentuk rumah tangga dan keluarga yang penuh ridha dan rahmat Allah, keluarga yang sakinah sehingga dengannya terbentuklah masyarakat yang ideal sesuai dengan petunjuk Ilahi.
Allahu A’lam

9.) Taubat Nashuha
Pada pembahasan tentang sifat-sifat Ibadurrahman sebelumnya dapat kita ambil pelajaran bahwa mereka adalah hamba-hamba Allah yang senantiasa mengerjakan kebajikan dan menjauhi keburukan. Namun demikian, sebagai manusia biasa, sudah barang tentu mereka pernah melakukan kesalahan dan dosa, akan tetapi mereka tidak membiarkan dirinya hanyut dan tenggelam di dalamnya. Apabila mereka mendapatkan dirinya melakukan dosa atau kesalahan, mereka langsung bertaubat memohon ampun kepada Allah. Dan menyesali perbuatannya.
Taubat merupakan rahmat Allah bagi hamba-hamba-Nya. Allah Maha Mengetahui akan kelemahan hamba-hambnya. Manusia diciptakan tidak sesuci malaikat, tapi manusia diciptakan sebagai makhluk yang memiliki keinginan, dorongan dan syahwat, amarah dan birahi, sehingga mereka sering terseret dalam bujuk rayu syetan yang selalu menggodanya. Allah mengetahui yang demikian itu pada hamba-Nya, maka Dia membukakan pintu taubat bagi mereka. Allahlah yang menciptakan mereka dalam keadaan seperti itu karena Dia ingin menerima taubat hamba-Nya. Diantara asma Allah adalah At Tawwab (Maha Penerima Taubat), Al Ghaffar (Maha Mengampuni) dan Al ‘Affuwwu- Ar Rahim (Maha Pemberi Maaf dan Maha Penyayang).
قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah, Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Az Zumar: 53)
Syaikh DR. Yusuf Al Qardhawy dalam bukunya At Taubah Ilallah menyebutkan beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan istighfar (memohon ampunan Allah) agar istighfar diterima di sisi Allah SWT.
Pertama: niat yang benar dan ikhlas karena Allah
Kedua: harus ada kebersamaan hati dan lisan dalam melakukan istighfar.
Seseorang tidak akan bisa mengatakan “Aku mohon ampun kepada Allah” tapi hatinya tetap berkeinginan untuk melakukan kedurhakaan. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, dia berkata, “Orang yang memohon ampun dari dosa namun dia tetap melakukan dosa itu, sama dengan orang-orang yang mengolok-olok Allah.”
Ketiga: menjaga kesucian.
Agar setiap yang melakukan istighfar berada dalam kondisi yang paling sempurna, lahir maupun batin. Seperti yang disebutkan dalam hadits Ali bin Abi Thalib, beliau berkata, ”Aku diberitahu Abu bakar As Shiddiq, dia berkata, ‘Aku pernah mendengar Nabi SAW bersabda’,
“Tidaklah seorang melakukan dosa, kemudian bangkit, bersuci dan membaguskannya, kemudian memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla, melainkan Dia (Allah) akanmengampuni dosanya.”
Keempat: memohon ampunan Allah dalam keadaan antara takut dan berharap.
Para pendurhaka tidak boleh berputus asa, sehingga enggan untuk bertaubat. Tak ada yang dianggap terlalu besar bagi Allah, seperti apapun besarnya dosa itu. Sesungguhnya ampunan dan rahmat Allah jauh lebih besar dari dosa itu. Namun jangan pula terlena, sesungguhnya azab dan siksa Allah amat keras.
Kelima: memilih waktu-waktu yang lebih utama, seperti padaa sepertiga malam yang terakhir (waktu sahur sebelum mendekati subuh).
Keenam: memohon ampun sewaktu shalat. Seperti ketika sujud, sebelum salam, sesudah tahyat akhir ataupun seusai shalat.
Rasulullah SAW pernah mengajarkan kepada Abu Bakar r.a agar mengucapkan dalam shalat sebelum salam: "Ya Allah, sesungguhnya aku telah menzholimi diriku sendiri dengan kezholiman yang banyak, sementara tidak ada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau, Maka ampunilah bagiku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku, karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Yang paling penting, sudah saatnya kita bertaubat memohon ampun kepada Allah, karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput kita. Kalau saja kita masih saja berada dalam kubang kedurhakaan dan kemurkaan, niscaya kita akan menemui penyesalan yang pasti tiada arti. Padahal Allah selalu menanti permohonan taubat hamba-hamba-Nya. Maka kesempatan yang kini telah diberikan Allah haruslah dpergunakan sebaik-baiknya.


10.) Tidak bersumpah palsu dan meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat
Allah SWT mensifati Ibadurrahman dalam Al Qur’an surat Al Furqan ayat 72:
وَالَّذِينَ لاَ يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak memberi persaksian palsu dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Menjadi ciri mutlak seorang mukmin bahwa mereka senantiasa berkata benar dan apabila mereka menjadi saksi, mereka jauh dari perkataan dusta, sumpah palsu dan kesaksian palsu. Karena baik perkataan palsu, kesaksian palsu maupun sumpah palsu sangat dimurkai Allah SWT. Karena, yang demikian itu salah satu ciri orang-orang yang munafik.
Rasulullah SAW menggolongkan saksi palsu dalam golongan dosa besar, bahkan beliau bersabda bahaw sumpah palsu setara dengan syirik kepada Allah SWT. Sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan oleh Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad : “Kesaksian palsu disetarakan dengan syirik kepada Allah.”
Syaikh DR. Yusuf Al Qardhawy mengatakan bahwa kesaksian palsu disejajarkan dengan syirik kepada Allah, karena di belakang kesaksian palsu itu tersembunyi pengabaian hak dan menyulut permusuhan antara manusia, dan di belakang ini akan muncul dampak-dampak lain, seperti yang kuat memakan yang lemah, kebenaran bisa diperjual belikan, sehingga orang akan memberikan kesaksian secara batil dan mengabaikan hak orang lain.
Sebagian orang ada yang tidak ingin berdusta dalam memberikan kesaksian. Akan tetapi ia menyembunyikannya. Padahal tindakannya yang menyembunyikan kesaksian itu bisa menghilangkan hak atau boleh jadi membantu kebatilan, atau boleh jadi pula menelantarkan agama dan juga dunia. Karena itu Allah befirman dalam surat Al Baqarah ayat 283:
... وَلاَ تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ ءَاثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, dan barangsiapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
Kemudian, ketika membahas ayat dari firman Allah, “Dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka melalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” Syaikh Yusuf Al Qardhawy mengatakan artinya: Mereka (Ibadurrahman-red) menjaga kehormatan dirinya tanpa mau bergabung dalam kebatilan itu. Diri mereka terlalu mulia untuk bergabung dengan kebatilan, meskipun mereka tidak termasuk yang melakukan kebatilan tersebut. Umur mereka terlalu mahal untuk dibuang secara sia-sia dalam kebatilan dan hal-hal yang tidak berfaedah yang tiada membawa manfaat. Karena itu, tidak selayaknya seorang mukmin duduk di suatu tempat yang diisi kemungkaran dan keburukan.

11.) Menyelami ayat-ayat Allah (Bertafakkur dan Berzikir)
Ibadurrahman adalah sosok hamba Allah yang tiada henti bertafakkur dan berzikir, membaca dan sekaligus menghayati dan menyelami ayat-ayat Allah SWT yang kemudian menghasilkan kemantapan iman dan kematangan aqidah kepada Allah. Setiap apa yang mereka tangkap dari ayat-ayat Allah, mereka sikapi dengan menunjukkan ketaatan kepada-Nya, karena itu mereka tiada pernah lalai akan printah Allah SWT. Mereka disifati Allah dalam Al Qur’an:
وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Rabb mereka, maka mereka tiadalah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta.”(Q.S. Al Furqan: 73)
Syaikh DR. Yusuf Al Qardhawy mengatakan, diantara orang-orang salaf ada yang berkata, “Tadinya aku tidak pernah merasakan kelezatan di dalam Al Qur’an hingga Allah memberi anugerah kepadaku, sehingga aku membacanya seakan-akan aku mendengarkannya langsung dari Rasulullah SAW yang sedang membacakannya di hadapan para sahabat. Maka ketika aku membacanya, seakan-akan mendengarkan langsung dari Jibril yang disampaikan kepada Rasulullah SAW. Kemudian aku naik setingkat lebih tinggi lagi, sehingga seakan-akan mendengarnya langsung dari Allah.”
Ibadurrahman apabila mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an maka iman mereka semakin bertambah. Karena Al Qur’an adalah penawar hati mereka. Sementara orang-orang yang tiada iman dalam hatinya, justru membuatnya gelisah, dan mereka enggan mendengarkannya, karena telinga mereka telah tersumbat. Allah SWT berfirman:
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْءَانًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلاَ فُصِّلَتْ ءَايَاتُهُ ءَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ فِي ءَاذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ
“Katakanlah, ‘Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan Al Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu seperti orang-orang yang dipangil dari tempat yang jauh.” (Q.S. Fusshilat : 44)



C. HAMBA – HAMBA YANG TIDAK TERMASUK IBADURRAHMAN

Dengan demikian dapat dipahami bahwa selain hamba Allah yang Rahman, tentu akan ada golongan-golongan hamba-hamba atau budak-budak yang lainnya. Seperti :
1.) Hamba (budak) syeitan
Yaitu orang – orang yang selalu menuruti hawa nafsunya, bahkan perbuatannya seperti syeitan. Orang – orang yang menyekutukan Allah dengan meminta pertolongan pada syeitan juga termasuk hamba syetain. Hukumnya adalah haram. Orang tersebut dianggap kafir & akan masuk neraka.
2.) Hamba syahwat / birahi
Yakn orang yang selalu menuruti nafsu syahwatnya. Sehingga ia lupa pada Allah.
3.) Hamba uang / harta
Adalah orang yang selalu mengagung-agungkan materi terutama uang. Seluruh hidupnya hanya dihabiskan untuk memikirkan uang & menjadikan uang sebagai raja baginya. Ia selalu ingin hidup yang kaya dan bergelimang harta.
4.) Hamba khamar
Adalah orang yang selalu menghabiskan waktunya untuk bersenang – senang dengan minum – minuman keras / khamar. Sehingga keluarganya sering terbengkalai karenanaya.
5.) Hamba narkoba
Adalah orang yang hidupnya bergantung pada narkoba. Karena ia akan selalu kecanduan terus. Tanpa narkoba, ia tidak memiliki semangat untuk hidup.
6.) Hamba tahta
Seseorang yang menjadi hamba tahta akan selalu memikirkan bagaimana menempati deerajat / pangkat yang tinggi.
7.) Hamba wanita
Yakni seseorang yang hidupnya selalu haus akan wanita. Sehingga ia akan mengumbar nafsunya demi memenuhi kebuutuhan syahwatnya akan wanita.
D. MEMBINA KEPRIBADIAN MENJADI IBADURRAHMAN
Ada beberapa tahapan dalam membentuk manusia yang Ibadurrahman, yaitu :
1. MU’AHADAH
Adalah mengingat perjanjian dengan Allah SWT.

2. MUJAHADAH
Mujahadah berarti bersungguh hati melaksanakan ibadah dan teguh berkarya amal shaleh, sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah SWT yang sekaligus menjadi amanat serta tujuan diciptakannya manusia.

3. MURAQABAH
Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

4. MUHASABAH
Muhasabah berarti introspeksi diri, menghitung diri dengan amal yang telah dilakukan. Manusia yang beruntung adalah manusia yang tahu diri, dan selalu mempersiapkan diri untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir.

5. MU’AQABAH
Muaqabah artinya pemberian sanksi terhadap diri sendiri.Apabila melakukan kesalahan atau sesuatu yang bersifat dosa maka ia segera menghapus dengan amal yang lebih utama meskipun terasa berat, seperti berinfaq, bertaubat, istighfar dan sebagainya. Kesalahan maupun dosa adalah kesesatan. Oleh karena itu agar manusia tidak tersesat
hendaklah manusia bertaubat kepada Allah, mengerjakan kebajikan sesuai dengan norma yang ditentukan untuk menuju ridha dan ampunan Allah.
Hanyut dalam kesalahan adalah perbuatan yang melampaui batas dan wajib ditinggalkan. Di dalam ajaran Islam, orang baik adalah orang yang manakala berbuat salah, bersegera mengakui dirinya salah, kemudian bertaubat, dalam arti kembali ke jalan Allah dan berniat serta berupaya kuat untuk tidak akan pernah mengulanginya untuk kedua kalinya.

6. MUSYAHADAH
Situasi batin dari orang-orang yang terus musyahadah atau menyaksikan keagungan Ilahi amat tenang. Sehingga tak ada kewajiban yang diperintah dilalaikan dan tidak ada larangan Allah yang dilanggar.
Jiwa yang memiliki rusyda terus hadir dengan khusyu’. Inilah sebenarnya yang disebut mujahidin ‘ala nafsini wa jawarihihi, yaitu orang yang selalu bersungguh dengan nuraninya dan gerakannya. “Barangsiapa menghias lahiriah dengan mujahadah,Allah akan memperindah rahasia batin melalui musyahadah.
Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya dalam mencari kebaikan; Pertama larut dalam mengikuti hawa nafsu, Kedua ingkar terhadap ketaatan.
a. Manakala jiwa ditunggangi nafsu, wajib dikendalikan dengan kendali taqwa.
b. Manakala jiwa bersikeras ingkar kepada kehendak Tuhan, wajib dilunakkan dengan menolak keinginan hawa nafsunya.
c. Manakala jiwa bangkit memberontak, wajib ditaklukkan dengan musyahadah dan istigfar.
Sesungguhnya bertahan dalam lapar (puasa) dan bangun malam di perempat malam (tahajjud), adalah sesuatu yang mudah. Sedangkan membina akhlak dan membersihkan jiwa dari sesuatu yang mengotorinya
sangatlah sulit.



7. TASYAKUR NIKMAT
Dengan tasyakur akan melahirkan watak positif sebagai hasil jalinan hubungan komunikatif dengan ma’bud (hablum minallah), membentuk sisi kejiwaan (psychological side-effect) yang terlihat jelas pada sikap kokoh hubungan mu’amalah, atau hubungan sosial kemasyarakatan (social effect), yang tampak nyata pada jalinan tugas-tugas kebersamaan (hablum minan-naas), kesediaan meringankan beban orang lain, peduli dengan kaum fuqarak wal masakin,sedia memikul beban secara bersama, dan hidup dengan prinsip ta’awun (saling menolong, bekerja sama dan sama-sama bekerja).

8. SABAR DAN RIDHA
Dalam setiap keadaan seorang hamba tidak akan pernah terlepas dari ujian yang harus disikapinya dengan kesabaran, serta nikmat yang harus disyukuri.
Sikap shabar menjadikan seorang hamba tidak berlepas diri dari kewajiban yang difardhukan Allah SWT yang mesti dilaksanakan, dan larangan yang wajib dihindari.
Hidup yang sedang kita jalani ini tidak terlepas dari keinginan2. Dan keinginan tidak terlepas dari usaha. Makin tinggi keinginan makin kuat dan besar usaha yang dilakukan. Keinginan dan usaha mesti dikuatkan dengan penyerahan diri kepada Allah SWT dengan sikap tawakkal.

9. DOA
Doa adalah bagian dari zikrullah.Tempat zikir berada di dalam hati, bukan diujung lidah belaka, bermakna dengan qalbu yang khusyu’, khudhu’, tadharru’, tawadhu’ yang melahirkan rasa khauf dan raja’di setiap kesempatan, pagi dan petang, siang dan malam.

PENUTUP

Syukur Alhamdulillah marilah kita panjatkan kepada Allah yang telah membukakan pintu hati kita dan menunjukkan jalan yang benar bagi kita. Semoga kita bisa menjaga diri kita di zaman modern seperti sekarang ini yang penuh dengan tantangan dan coba’an bagi kita.
Di zaman modern sekarang ini, iman dan taqwa sangat penting bagi setiap muslim. Sosok ibadurrahman semoga bisa hadir dalam diri kita. Sehingga dalam kehidupan sehari – hari kita tidak akan diperbudak oleh syeitan yang akan menjerumuskan kita ke neraka.
Meskipun kita tidak bisa melihat langsung Rasulullah SAW. Tapi, paling tidak kita bisa melakukan sifat Ibadurrahman yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh para sahabat.
Semoga kita bisa meniru keteladanan beliau dan semoga masyarakat negeri ini menjadi lebih baik dari sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Buya Masoed Abidin.2009. Sifat – sifat Ibadurrahman. http://blogminangkabau.wordpress.com/2009/04/10/sifat-sifat-ibadurrahman/. Diperoleh pada tanggal 10 Desember 2010

Mohd masri. 2008. Mari Menjadi Ibadurrahman. http://soaljawab.wordpress.com/2008/04/10/mari-menjadi-ibadurrahman/ diperoleh pada tanggal 10 Desember 2010